Jumat, 09 November 2007

Refleksi 10 November

Tadi pagi salah satu stasiun televisi telah mengingatkan saya bahwa hari ini adalah tanggal 10 November, yang mana merupakan Hari Pahlawan. Saya yakin pengalaman saya tadi juga dialami oleh beberapa, atau malah sebagian besar rakyat Indonesia. Layaknya hari-hari besar nasional lainnya yang bukan merupakan hari libur, dan hanya diperingati secara simbolik saja, Hari Pahlawan sering dilupakan orang. Bahkan mahasiswa seperti saya pun sering lupa atau bahkan tidak tahu akan hari pahlawan. Berbeda dengan pelajar SD-SMA yang ingat gara-gara ada upacara di sekolahnya masing-masing.

Pepatah mengatakan bahwa “bangsa besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya”, atau Bung Karno yang terkenal dengan JASMERAH-nya. Seringkali kita mendefinisaikan petuah/pepatah itu hanya secara harafiahnya saja, dan melupakan maksud/makna dibaliknya. Dengan begitu, kita memperingati hari pahlawan atau hari besar nasional lainnya dengan mengadakan upacara bendera, dengan para pejabat sebagai pembimbing upacara. Setelah itu, para hadirin pulang, tanpa membawa apapun, hanya capek karena panas. Tidak ada sesuatu yang membekas dalam benaknya.

Dahulu, pada awal-awal kemerdekaan, kita merupakan bangsa yang disegani, berpengaruh di Asia Tenggara, mempunyai diplomat-diplomat ulung, dan menjadi inspirasi bagi negara-negara lain yang belum merdeka. Kontras dengan kejayaan masa lalu, sekarang kita benar-benar terpuruk. Kita terkenal dengan TKI nya yang dihargai murah dan diperlakukan semena-mena, dihina oleh negara lain, bahkan oleh saudara serumpun. Kita telah kehilangan para diplomat handal, sehingga bisa sampai kehilangan pulau, sebutlah Sipadan dan Ligitan. Kita dicap sebagai negara terkorup, pertumbuhan ekonomi rendah,dll. Itu semua merupakan fakta, dan kita tidak berhak marah.

Demi melihat semua itu, apakah berarti bahwa kita telah melupakan petuah para pendahulu kita, telah melupakan “jasmerah’nya Sukarno, melupakan “jasa pahlawan”, ‘semangatnya”, “keteguhannya”? ataukah “jasmerah” telah melenakan kita dengan kisah kejayaan masa lampau dan telah puas karenanya? Atau kita puas karena telah diakui dunia sebagai “bangsa besar”, walaupun hanya luasnya?

Seorang Presiden Amerika (Benjamin Franklin kalau tidak salah) pernah mengatakan bahwa “Seandainya 10 dari remaja Amerika disuruh berperang, niscaya hanya satu yang berani maju memanggul senjata”. Itu beliau katakan demi keprihatinannya melihat keadaan remaja Amerika. Saya yakin Indonesia tidak begitu, karena kita suka berperang, kita sudah berlatih tiap hari dijalanan untuk berperang, perang sesama pelajar, perang antar kampung, perang antar pendukung partai, perang mahasiswa dengan polisi. Tapi, apakah para pendiri bangsa menginginkan kita hanya mewarisi semangatnya dalam berperang secara fisik? Bentuk Negara kita adalah kesatuan, tapi ternyata tidak dengan rakyatnya.

Kamis, 08 November 2007





Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

mau ?



saya bangga jadi anak Indonesia??

Bukan rahasia lagi bahwa Indonesia mempunyai wilayah hutan yang luar biasa luas. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 18 ribu pulau tersebar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia. Indonesia merupakan daerah resapan karbon penting di dunia. Wek’e’e’e...prestasi yang luar biasa hebat.


Namun, nampaknya semua pestasi itu hampir tinggal kenangan saja. Perusakan hutan yang gila-gilaan berhasil menobatkan Indonesia menjadi juara ke-2 dalam Guinness Book of Record setelah Brasil dalam katagori negara penghancur hutan tercepat di dunia. Hal ini akan di cantumkan dalam rekor guinness tahun 2008. ( wuiz jek,,lagi-lagi dapat juara 2, tingkat dunia lagi! hebat kan!!kemarin udah korupsi, sekarang deforestasi, besok tebak apa lagi.... )


Pencantuman rekor dalam buku Guinness akan tercatat sebagai berikut: "Dari 44 negara yang secara kolektif memiliki 90% hutan di dunia, negara yang meraih tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia adalah Indonesia, dengan 1.8 juta hektar hutan dihancurkan per tahun antara tahun 2000 hingga 2005---sebuah tingkat kehancuran hutan sebesar 2% setiap tahunnya atau 51 km2 per hari".( green peace ).


Seiring dengan HANCURNYA hutan, hancur pula pemukiman penduduknya sebagai konskuensi hancurnya hutan tadi, banjir, tanah longsor, kekeringan, erosi, dll. Kebakaran hutan yang hampir tiap tahun terjadi, juga menobatkan Indonesia sebagai negara pengemisi gas rumah kaca terbesar ketiga didunia. ( tuh, dah tambah satu lagi gelarnya..)


Dengan keadaan yang begitu buruk, masih diperparah dengan tidak kompaknya pemerintah dalam menangani masalah ilegal logging ini. Pada hari Senin kemarin (5/11), terjadi suatu peristiwa yang seharusnya membuat kita benar-benar mengurut dada. Adelin lis, tersangka kasus illegal logging yang sebelumnya dituntut penjara 10 tahun, denda 1 miliar dan ganti rugi USD 2.9 juta, pada akhirnya diputus BEBAS oleh hakim PN Medan. –Kapolda Sumut Irjen Pol Nurudin Usman melalui Kabid Humas Kombes Pol Drs Aspan Nainggolan menilai putusan itu sangat melemahkan moril penegakan hukum khususnya penyidikan Polri yang selama ini sering menjadi bulan-bulanan dan ‘kambing hitam’ kesalahan bila ada kasus illegal logging tidak diproses penyidikan-. ( detik.com). –tanya kenapa??--


Keputusan tersebut merupakan counter dari kampanye penyelamatan hutan yang sedang digalakkan, dan merupakan bukti ketidakbecusan hukum di Indonesia. Bisa dipastikan kalau kasus ini akan mempertebal rasa apatisme masyarakat pada hukum. Ceritanya, Adelin dibebaskan karena dia mempunyai izin HPH, pertanyaannya apakah kalau mempunyai izin HPH lantas mereka berhak mengacak-acak hutan semaunya?? Pasti adakan pasal yang mengatur pengelolaan hutan?? Saya pernah mendengar komentar di salah satu stasiun radio yang mengatakan kalau hakim hanya melihat kertas di mejanya, bukan kenyataan di lapangan, inikah buktinya??


Marilah... sebagai putra bangsa...kita ikut ambil bagian dalam menjaga lingkungan bagi anak cucu kita nantinya...